MAWAR, KESTURI, SPERMA IKAN PAUS

Bahan-bahan Pembuat Parfum

 

 

 

 

 

 

        



 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Penemuan dan kualitas bahan mentah adalah titik pangkal perjalanan panjang parfum - dari tumbuhan ke wewangian. Panen mawar yang gagal, karena kehujanan atau kekeringan, menjadi bencana besar bagi pembuat parfum. Belakangan, proses kimia dilibatkan, yang ikut berperan dalam peningkatan kualitas.

Parfum berbahan mentah tiga jenis: hewan, tumbuhan (khususnya bunga), dan sintetis. Pertama, tentang bahan mentah hewani.

Banyak orang tentu kaget setelah tahu bahwa hewan kecil manis seperti berang-berang berperan penting dalam industri parfum, atau kelenjar perut rusa jantan tak bertanduk (musk deer) bermanfaat memperkuat aroma wewangian.

Kini pemakaian hewan sangat dibatasi demi kelestarianya. Namun, adalah penting mengetahui asal muasal wewangian sintetis tertentu dan peran hewan dalam penciptaan parfum.

Ambergris:  Bahan ini berasal dari sperma ikan paus yang terlepas di saat kematiannya. Karena itu, pemanfaatannya tidak membahayakan hewan yang sangat dilindungi ini. Ambergris digunakan sebagai penguat  wewangian yang mudah menguap.

Ambergris lebih ringan dari air, mengapung bebas dilautan. Benda ini dikumpulkan di tengah laut atau diambil setelah tersapu ke tepi pantai. Saat dibawa ke laboratorium pembuat parfum, warnanya menjadi abu-abu pucat atau putih. Dan setelah benda ini dikeringkan selama beberapa bulan, bau amisnya berubah menjadi aroma ambergris.

Ambergris

Castoreum: Salah satu bahan baku wewangian ini berasal dari sepasang kelenjar dalam tubuh berang-berang. Si kelenjar menghasilkan minyak yang melindungi bulu berang-berang dari pengaruh perubahan cuaca.

Hewan ini pernah tersebar banyak di Eropa, tapi kini hanya ditemukan di Amerika Utara dan Rusia. Berang-berang diburu pada bulan Januari, saat bulunya paling bagus. Castoreum adalah penguat terbaik parfum dan dipakai dengan larutan alkohol. Bahan ini terutama dipakai pada wewangian pria.

Castoreum

Musk: Dalam istilah dunia parfum, musk adalah sekresi aroma yang diproduksi kelenjar perut rusa jantan tak bertanduk (musk deer). Rusa ini hidup di Asia Tengah dan di Pegunungan Himalaya.

Untuk mencegah kepunahan hewan langka itu, perburuan dan ekspornya dilarang keras. Orang lantas menangkar rusa jenis ini, lalu mengoperasi dan mengambil kelenjarnya. Setelah operasi selesai, rusa itu dilepas kembali. Sulitnya memperoleh musk asli mendorong para pembuat parfum berpaling  juga ke musk sintetis. Harganya pun lebih murah.

Musk

Civet (Kesturi): Spesies kesturi yang dipakai dalam dunia parfum berasal dari barat daya Etiopia. Hewan ini punya kantong perut berbentuk bulan sabit, yang terletak didekat alat vitalnya. Kantong perutnya menghasilkan viverreum, substansi kental berwarna kecokelatan beraroma keras. Namun, setelah diolah menjadi parfum, kesan sensual dan kehangatanlah yang terasa.

Civet (Kesturi)

Hubungan antara bunga dan parfum tampak begitu erat saat ini. Namun, penggunaan bunga sebagai bahan mentah parfum tidak tercipta dalam semalam. Dibutuhkan imajinasi tinggi dan keahlian untuk menangkap kompleksitas dan keajaiban yang dikandung tumbuhan.

Mawar :  Di antara banyak bunga, mawar jelas menyuguhkan aroma yang sangat disukai para pecinta parfum sejak 3000 tahun lalu. Pujangga Homerus dari Yunani menulis tentang minyak mawar – hasil celupan bunga mawar ke minyak zaitun – yang dioleskan Aphrodite (dewi cinta, kesuburan, dan kecantikan) ke tubuh  Hector (putra raja Troya).

Dari ratusan spesies mawar, hanya dua jenis mawar yang dijadikan bahan parfum. Yang pertama, Rosa centifolia – dikenal sebagai mawar may atau provence – tumbuh di Grasse dan Maroko. Sedangkan yang kedua Rosa damascena, tumbuh di Bulgaria dan Turki.

Mungkin sukar dibayangkan, perlu 2,5 ton bunga mawar untuk memproduksi satu pon esens aromanya. Aroma mawar terkandung dalam parfum Joy dari Jean Patou dan parfum Paris dari Yves Saint Laurent.

Jasmine :  Bunga ini sangat dikenal di kalangan  pembuat parfum di Grasse, Prancis. Saking terkenalnya, sebutan “bunga” saja, bagi mereka, sudah merujuk ke jasmine.

Bunga jasmine atau melati berasal dari Persia dan Asia Tengah, dan dibawa ke Prancis sekitar tahun 1560 oleh para pelaut Spanyol. Kembang ini juga tumbuh subur di Mesir, Italia, Maroko, dan India.

Diperlukan 4.000 kuntum jasmine guna menghasilkan satu pon esens aromanya. Tak terbayangkan berapa banyak tenaga kerja dan ladang bunga jasmine yang diperlukan untuk itu.

Pada 1930-an, beberapa parfum memuat sekitar 10 persen esens jasmine murni. Namun, konsentrasi  ini sekarang menurun hingga 1-2 persen. Bunga jasmine dipakai secara luas di industri parfum. Tak ada parfum yang dapat dikatakan sempurna tanpa campuran esens jasmine di dalamnya.

Bunga jasmine menjadi jantung sejumlah parfum klasik. Unsur keharumannya terdapat, misalnya, dalam parfum No. 5 dari Chanel, Joy dari Jean Patou, Arpege dari Lanvin, Fleur de Fleurs dari Nina Ricci, dan First dari Van Cleef.

Jasmine 

Selain kedua jenis bunga tadi, ada sejumlah bunga lain yang sering dipakai sebagai bahan utama parfum. Diantaranya:

Tuberose : Populer semasa Raja Louis XV, bunga ini dipakai dalam campuran parfum oriental, seperti Poison dari Christian Dior.

Tuberose 

Narcissus :  Bunga yang berasal dari Pegunungan Alpen ini merupakan bahan mentah parfum yang sangat mahal. Harganya satu ponnya mencapai US$ 1. Dan perlu 1.200 pon narcissus untuk menghasilkan satu pon esensnya.

Narcissus 

Bunga Jeruk : Bunga yang melambangkan keperawanan ini berasal dari Cina Selatan. Seribu pon bunga jeruk akan menghasilkan satu pon esens yang disebut neroli.

Bunga Jeruk atau Neroli

Lavender :  Menyerupai mawar, tapi kurang kadar keromantisannya. Memancarkan aroma higienis bak deterjen dan sabun mandi, bunga ini sekarang jarang dipakai dalam industri parfum modern.

Lavender 

Ylang-ylang :  Membangkitkan keindahan sekaligus kelembaban alam tropis. Berasal dari Filipina, ylang-ylang menyebar ke Kepulauan Comoro dan Madagaskar. Bunga ini menjadi simbol kenikmatan sensual dan rayuan.

Ylang-ylang

Masih ada bagian-bagian lain dari tumbuhan yang dipakai sebagai bahan dasar parfum, misalnya daun, akar (termasuk jahe), lumut (termasuk lumut pohon oak yang disebut mosses, yang menghasilkan campuran aroma chypre), kayu (termasuk kayu sandalwood dari India), getah, damar, buah (antara lain lemon, jeruk, anggur, citrus, dan vanili), dan biji (termasuk lada).

sandalwood 

Berbicara tentang bahan-bahan sintetis, parfum Chanel No. 5 tak akan lahir tanpa aldehyde – cairan transparan hasil oksidasi alkohol murni. Adalah Ernest Beaux, pencampur parfum di perusahaan Coco Chanel, yang mula-mula nekat menggunakan bahan sintetis ini. Nyatanya, terobosan baru tersebut berhasil melambungkan Chanel No. 5.

Pada abad ke-19, perkembangan ilmu kimia terpaksa bertumbukan dengan pandangan populer, yang menganggap bahwa upaya mereproduksi sumber-sumber alam adalah suatu kesombongan. Karena itu, nama-nama seperti Perkin, Tiemann, Baur, Darzens, Ruzicka, Blanc, dan Bouveault nyaris terlupakan di masa kini. Padahal, karena merekalah dunia parfum modern tetap eksis.

Sebelum ilmu kimia merambah dunia parfum, wewangian dibuat secara sederhana dari bahan-bahan mentah alami berkualitas tinggi. Karena produksinya sangat terbatas, pasar parfum juga sangat eksklusif. Tapi, sejak 1830, sejumlah ahli kimia yang tidak terlibat dalam dunia parfum mulai mengadakan riset terhadap wewangian alami. Melalui penyulingan, mereka mencoba memproduksi mentol dengan mengkristalisasi esens mint.

Tahap berikutnya adalah proses sintesis, yakni mereproduksi substansi tertentu dengan menggunakan esens dari sumber lain, bukan aslinya. Umpamanya membuat substansi mawar dari fosil, bukan tumbuhan.

Benzoin

Dengan teknik headspace, yang kini sering dipakai, para ahli kimia dapat menangkap atmosfer aroma bunga, pohon, bahkan tanah di hutan dan tepi laut. Menggunakan kecanggihaan komputer, mereka mampu mengurai berbagai aroma itu hingga ke komponen molekulnya.

Tak aneh kalau Beaux, pencampur parfum terkenal, berujar pada 1952, “Kita harus bersandar pada ilmu kimia untuk menemukan elemen-elemen baru. Tak diragukan lagi, masa depan parfum ada di tangan para ahli kimia.”

Dan kini, setelah lebih dari 40 tahun, ucapan Beaux masih bergaung. Hasil ilmu pengetahuan bergandengan dengan dunia parfum, memanfaatkan sumber-sumber alam, tanpa bermaksud menelantarkannya.

Home